Giat Koordinasi Persiapan Pembentukan Kelompok Keluarga Sadar Hukum
Giat Koordinasi Persiapan Pembentukan Kalurahan Sadar Hukum dan Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) di Aula Kapanewon Purwosari pada Jum'at (19/4/2024). Koordinasi dihadiri dari unsur Kanwil Kemenkumham DIY, Bagian Hukum & HAM Setda Kabupaten Gunungkidul, Panewu, Panewu Anom, Lurah, dan Carik se-Kapanewon Purwosari.
Salah satu persyaratan Pembentukan Kalurahan Sadar Hukum antara lain telah dibentuknya Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) di Kalurahan setempat. Sebelumnya juga harus dilaksanakan sosialisasi terkait kadarkum di masyarakat setempat. Kelompok keluarga sadar hukum adalah aset berharga bagi masyarakat desa dalam memahami dan melindungi hak-hak mereka. melalui pendekatan partisipatif dan edukasi hukum, membantu menciptakan masyarakat yang lebih sadar hukum, penguatan sistem hukum lokal, pencegahan konflik, pemberdayaan ekonomi dan sosial.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat adalah dengan dibentuknya Kalurahan Sadar Hukum yang pembentukannya didasarkan pada beberapa kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2007 Tentang perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum. Kalurahan Sadar Hukum adalah program berkelanjutan dalam upaya membangun kesadaran hukum masyarakat. Kolaborasi antar instansi pemerintah maupun dengan masyarakat adalah kunci mencapai keberhasilan.
Lurah menjadi juru damai bagi warganya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum masyalrakat. Upaya yang dilakukan dikenal sebagai non litigasi atau bertugas sebagai paralegal. Desa/Kelurahan Sadar Hukum maupun Paralegal Justice Award merupakan proses membentuk kesadaran hukum diawali dengan akses informasi hukum, pemahaman terhadap hukum, kesadaran hukum, kepatuhan dan berujung pangkal pada budaya hukum.
Kembali