Adu Pengaruh Politik Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga

RADAR JOGJA Suksesi Sultan Pajang menimbulkan krisis politik berkepanjangan. Keputusan Sunan Kudus memilih Adipati Demak Pangeran Pangiri sebagai pengganti Sultan Hadiwijaya menimbulkan ketidakpuasan. Terutama Pangeran Benawa bersama para bupati mancanegara. Benawa harus menerima kenyataan pahit, tersingkir dari percaturan politik di Pajang.
Kejadian ini seakan-akan seperti membalikkan arah jarum jam. Mengulang sejarah suksesi. Kala itu juga muncul krisis politik. Tampilnya Trenggana sebagai sultan menggantikan kakaknya Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor sejak awal penuh kontroversi.
Sabrang Lor merupakan sultan kedua Demak. Dia menggantikan ayahandanya, Raden Patah. Masa pemerintahannya sangat singkat. Sabrang Lor wafat di usia muda tanpa meninggalkan keturunan. Dari sisi urutan dan usia, takhta dilanjutkan adik Sabrang Lor, Raden Sekar atau Pangeran Seda Lepen, ayah Arya Penangsang. Namun itu tidak terjadi. Sultan ketiga Demak justru jatuh ke adik Pangeran Sekar yakni Raden Trenggana.
Ketika Sultan Trenggana terbunuh di depan Benteng Panarukan, penerus takhta dilanjutkan putra sulungnya, Pangeran Prawata. Bukan kembali ke pakdhe-nya, Pangeran Sekar yang sejak awal sebenarnya lebih punya hak atas takhta Demak.
Sebelum naik takhta sebagai Sultan Demak ke-4, Sunan Prawata terlibat intrik. Dia menyuruh anak buahnya Surayata membunuh ayah Penangsang. Kejadiannya saat pulang dari salat Jumat. Mengetahui itu, Penangsang sangat marah. Prawata bukan saja merebut takhta yang seharusnya diwariskan ke Penangsang. Tapi juga menghabisi nyawa ayahnya.
Penangsang menyusun kekuatan. Dia ingin membalas dendam. Sekaligus merebut kembali takhta yang menjadi haknya. Semua potensi yang menghalangi rencana itu harus disingkirkan. Terutama dari kerabat dekat Sultan Trenggana. Sasaran pertama adalah Sunan Prawata. Melalui pembunuh bayaran, Rungkud, sasaran itu berhasil dilumpuhkan. Sunan Prawata dan permaisuri tewas terbunuh di istananya.
Sasaran berikutnya Pangeran Kalinyamat atau Pangeran Hadiri. Suami Ratu Kalinyamat di Jepara ini juga tewas terbunuh. Satu-satunya penghalang tinggal Hadiwijaya. Sama seperti Kalinyamat. Hadiwijaya berkedudukan sebagai menantu. Sesungguhnya dari konstitusi dan konvensi suksesi, anak menantu tidak punya hak.
Sepeninggal Prawata, Penangsang kemudian memindahkan ibu kota Demak ke Jipang. Penangsang jumeneng sebagai Sultan Demak ke-5. Namun upaya Penangsang sebagai penguasa tunggal tidak berjalan mulus. Secara politik dia mendapatkan ganjalan.
Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggana juga mendeklarasikan diri sebagai sultan penerus Kasultanan Demak. Sejumlah kadipaten memberikan dukungan. Konflik Pajang v Jipang ini tak terelakan.
Di tengah konflik politik, ada dua tokoh spiritual Jawa yang punya pengaruh kuat. Keduanya cukup dihormati oleh Sultan Pajang maupun Adipati Jipang. Mereka adalah Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Hadiwijaya maupun Penangsang sama-sama murid Sunan Kudus.
Bedanya, Penangsang menganut prinsip monoloyolitas. Loyalitas tunggal satu guru. Sunan Kudus. Dia menjadi murid kesayangan Jafar Shodiq. Nama muda sunan dari pesisir utara tersebut.
Sebaliknya, Hadiwijaya tidak hanya berguru ke Sunan Kudus. Bersama sahabatnya trio Sela dari Grobogan, yakni Ki Pemanahan, Ki Penjawi, dan Ki Juru Mertani juga mengabdi sebagai siswa Sunan Kalijaga. Mereka sering sowan ke Kadilangu, kediaman Sunan Kalijaga di Demak.
Di masa Demak dan Pajang, pengaruh politik kedua sunan itu cukup mewarnai dinamika politik kerajaan. Keduanya bukan sebatas berkedudukan sebagai guru spiritual. Namun juga memainkan peran politik dalam urusan ketatanegaraan. Terutama menyangkut suksesi.
Adu pengaruh politik tak bisa dielakkan. Salah satunya terjadi saat Sultan Trenggana hendak menentukan awal Ramadan pada 1548. Ada dua pendapat yang mengemuka. Pertama dari Sunan Kudus dan kedua Sunan Kalijaga.
Sultan Trenggana akhirnya memilih pandangan Sunan Kalijaga sebagai rujukan. Keputusan itu mengecewakan Sunan Kudus. Dia memilih sikap oposisi. Mundur dari Imam Besar Masjid Demak. Selama beberapa waktu terjadi kekosongan. Posisi tersebut akhirnya digantikan Sunan Kalijaga.
Dalam konflik Pajang v Jipang itu, Sunan Kalijaga condong pada kubu Trio Sela dan Hadiwijaya. Sedangkan Sunan Kudus, ada di pihak Penangsang. Belakangan saat Pajang sebagai pemenang, nama Sunan Kalijaga lebih dikenal dan dikenang sebagai figur yang melegenda di Mataram.
Bahkan pencipta tembang Lir-ilir ini menjadi mediator saat Sultan Haiwijaya tak kunjung menyerahkan Bumi Mataram kepada Ki Pemanahan usai mengalahkan Jipang. Rasa galau Pemanahan saat meditasi di Kembang Lampir, Panggang, Gunungkidul dihentikan Sunan Kalijaga. Berkat campur tangan Sunan Kadilangu itu, tanah Mentaok akhirnya diberikan Sultan Hadiwijaya. (laz)
Link: https://radarjogja.jawapos.com/jogja-raya/2023/03/25/adu-pengaruh-politik-sunan-kudus-dan-sunan-kalijaga/
Kembali