Rapat Koordinasi Internalisasi dan Habituasi Budaya Pemerintahan SATRIYA

Kelompok Budaya Pemerintahan OPD Kapanewon Purwosari melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi Internalisasi dan Habituasi Budaya Pemerintahan SATRIYA di Aula Kantor Kapanewon Purwosari pada Senin (19/6/2023). Rakor dipimpin oleh Panewu Purwosari dan dihadiri oleh Personil KBP beserta seluruh ASN/ karyawan karyawati OPD Kapanewon Purwosari. 

Budaya Pemerintahan SATRIYA adalah merupakan nilai-nilai yang terkandung di dalam filsofi Hamemayu Hayuning Bawana. SATRIYA memiliki dua makna, yakni : Makna Pertama, SATRIYA dimaknai sebagai watak ksatria. Kabupaten Gunungkidul telah mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Budaya Pemerintahan di Kabupaten Gunungkidul. Awalnya Budaya Pemerintahan SATRIYA yang telah ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bentuk komitmen Pemerintah Provinsi DIY dalam mencapai keberhasilan transformasi birokrasi.yang berbasiskan pada nilai nilai kearifan lokal DIY, yaitu filosofi hamemayu hayuning bawana dan ajaran moral sawiji, greget, sengguh ora mingkuh serta dengan semangat golong gilig. "Hamemayu Hayuning Bawana" mengandung makna sebagai kewajiban melindungi, memelihara serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud mencakup seluruh peri kehidupan baik dalam skala kecil (keluarga), ataupun masyarakat dan lingkungan hidupnya, dengan mengutamakan darma bakti untuk kehidupan orang banyak, tidak mementingkan diri sendiri.

Tujuan ditetapkannya Peraturan Bupati ini adalah sebagai pedoman untuk:a. meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas serta mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme bagi pegawai dan aparatur desa;b. Perangkat Daerah/Unit Kerja/desa dalam melaksanakan dan meng-implementasikan nilai-nilai luhur budaya pemerintahan agar dapat tercermin kedalam diri pribadi pegawai dan aparatur desa, terwujud dalam sikap, perilaku pegawai dan aparatur desa dalam melaksanakan tugas maupun kehidupan masyarakat 

Deferensiasi atau turunan dari filosofi Hamemayu Hayuning Bawana dalam konteks aparatur dapat dijabarkan menjadi tiga aspek. Pertama, Rahayuning Bawana Kapurba Waskithaning Manungsa (kelestarian dan keselamatan dunia ditentukan oleh kebijaksanaan manusia). Kedua, Darmaning Satriya Mahanani Rahayuning Nagara (pengabdian ksatria menyebabkan kesejahteraan dan ketentraman negara). Ketiga, Rahayuning Manungsa Dumadi Karana Kamanungsane (kesejahteraan dan ketentraman manusia terjadi karena kemanusiaannya). Budaya Pemerintahan SATRIYA adalah merupakan nilai-nilai yang terkandung di dalam filsofi Hamemayu Hayuning Bawana. SATRIYA memiliki dua makna, yakni :

Makna Pertama, SATRIYA dimaknai sebagai watak ksatria. Watak ksatria adalah sikap memegang teguh ajaran moral : sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh (konsentrasi, semangat, percaya diri dengan rendah hati, dan bertanggung jawab). Semangat dimaksud adalah golong gilig yang artinya semangat persatuan kesatuan antara manusia dengan Tuhannya dan sesama manusia. Sifat atau watak inilah yang harus menjiwai seorang aparatur dalam menjalankan tugasnya.

 

Makna kedua, SATRIYA sebagai singkatan dari :

Selaras

Akal budi Luhur

Teladan-keteladanan

Rela Melayani

Inovatif

Yakin dan percaya diri

Ahli-profesional

Masing-masing merupakan butir-butir dari falsafah Hamemayu Hayuning Bawana yang memiliki makna dan pengertian luhur.



Kembali